HABARPDAM.COM, BANJARMASIN – penyebab masih tingginya angka NRW (Non Reveneu Water) terus menjadi PR bagi PDAM dan masyarakat.
NRW (Non Reveneu Water) adalah dimana harusnya air yang diproduksi dapat menjadi angka yang ditagihkan dalam rekening atau lebih dikenal dengan kehilangan air.
Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya kehilangan air saat proses pengolahan. Artinya, air yang diambil dari sungai tidak 100 persen didistribusikan karena banyak partikel yang harus disaring dan menjadi lumpur, itulah kehilangan air dari proses produksi.
Senior Manajer Transmisi Dan Distribusi (TRD) Walino, ST menjelaskan bahwa idealnya awal perhitungan NRW dilakukan tepat setelah air didistribusikan. Jumlah debit yang diketahui dari jumlah SR (Sambungan Rumah) dan jumlah konsumsi didiskusikan dengan pelanggan.
“Namun, PDAM Bandarmasih belum dapat melakukan hal tersebut karena banyak faktor,” katanya pada habarpdam pada (28/12/2021).
Dia menjelaskan, faktor pertama ialah ketika melakukan desain jaringan atau distrik meter area untuk jangka waktu 10 tahun dengan kapasitas yang ditetapkan.
Seiring dengan pesatnya perkembangan penduduk dibandingkan produksi air, mengakibatkan macetnya air. Komplain yang berdatangan dari pelanggan mendesak pihak PDAM Bandarmasih untuk mengambil solusi instan yakni dengan melakukan penambahan jumlah distribusi air melebihi target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Faktor yang kedua, yaitu kebocoran pipa secara primer, sekunder dan tersier. Faktor ketiga, adanya oknum yang mengambil air tidak melalui meter air atau bisa disebut pencurian.
Faktor non teknis yang menjadikan adanya NRW yaitu tingkat keakuratan meter kadang berubah-ubah. Oleh karena itu, petugas meter air secara rutin mengecek kembali meter air pelanggan.
Penyebab lain, proses pembacaan menggunakan aplikasi untuk mengurangi resiko kesalahan dalam menulis, penginputan data.
Faktor lainnya secara non teknis yakni tingkat keakuratan meter yang masih berubah-ubah.
Oleh karena itu, diadakan pengecekan rutin oleh petugas meter air. Selama proses pembacaan dan transfer data juga menjadi faktor adanya NRW.
“Jika menggunakan tulis tangan, takutnya akan salah tulis dan bisa juga salah input,” ucap Walino.
Strategi yang dilakukan dalam mengatasi NRW yaitu dengan manajemen penekanan. Wilayah yang besar namun konsumsinya kecil dapat diberikan tekanan air sesuai keperluan.
Penjadwalan tekanan dilakukan dengan cara membaca perilaku pelanggan. Waktu pagi dan siang saat pelanggan beraktivitas maka pendistribusian diperbesar dan waktu malam diturunkan. Hal ini dilakukan agar dapat memenuhi 100 persen keperluan pelanggan dan guna mengurangi kehilangan air.
Tahun 2021 PDAM Bandarmasih kehilangan air mencapai 28,45 persen. Wilayah terbesar penyumbang NRW ialah S Parman dengan persentase 46 persen. Setelah dilakukan analisis kembali ternyata disebabkan oleh proyek pelabaran jalan, pembuatan trotoar, pembuatan drainase, pemasangan pipa air limbah.
Kedepannya diharapkan adanya koordinasi dengan instansi terkait jika proyek yang dilakukan agar memiliki surat perintah. Sehingga, pihaknya dapat menindaklanjuti dan ikut melakukan pengawasan pada jaringan pipa PDAM Bandarmasih.
“Jika mengawasi, kami bisa memberikan penanganan langsung ketika terjadi kebocoran,” ujarnya.
Harapan kedepannya kepada pelanggan PDAM Bandarmasih adalah agar memiliki kesadarannya untuk sama-sama peduli dalam menyampaikan informasi jika terjadi kebocoran pipa, karena dampaknya bukan hanya PDAM tapi masyarakat dan kota. Kebocoran pipa ini merugikan banyak pihak dan tentu saja PDAM ikut merugi. Bagi pelanggan akan berisiko terhadap kontaminasi akibat masuknya air tanah ke jaringan pipa.
Semua terdampak, ketika ada pipa yang bocor, maka sebaik dan sekuat apapun jalan raya akan tetap rusak karena pembongkaran dan perbaikan pipa.
“Jadi, mari bersama-sama menginformasikan jika ada pipa yang bocor demi kenyamanan bersama,”pungkasnya (nda).